Nilai investasi untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi hulu migas (upstream sector) menunjukkan peningkatan setiap tahun. Tahun 2010 investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan kontraktor kontrak kerja sama migas (KKKS) sebesar US$ 11,03 milyar, dan pada tahun 2013 sebesar US$ 19,34 milyar atau sekitar 193 trilyun dengan asumsi kurs rupiah 10.000.
Peningkatan investasi di sektor hulu migas ini tentunya berkorelasi positif dengan pertumbuhan usaha oil and gas service company. Oil and gas service company adalah perusahaan yang menunjang kegiatan hulu migas. Kegiatan usahanya antara lain jasa seismic, survey geologi dan geofisika, jasa drilling, jasa engineering, construction, pengangkutan, dan logistik.
Drilling secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan pemboran untuk mencari kandungan migas. Drilling dilakukan pada tahap eksplorasi untuk mencari kandungan migas atau bisa juga pada tahap produksi/eksploitasi untuk mengambil migas. Drilling dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Rig.
PPh 25 dan Branch Profit Tax (BPT)
Terdapat perbedaan cara penghitungan kewajiban PPh 25 perlakuan antara jasa drilling yang dilakukan oleh perusahaan drilling asing (foreign drilling company/FDC) dengan jasa drilling yang dilakukan oleh perusahaan lokal di Indonesia.
Untuk perusahaan lokal pengenaan pajak PPh 25/29 badan adalah sesuai dengan pendapatan dan biaya actual yang telah dikeluarkan. Atau dengan kata lain mengikuti mekanisme umum perhitungan PPh badan.
FDC yang memperoleh kontrak jasa drilling di Indonesia harus membentuk BUT atau Permanent Establishment. BUT tersebut berdiri selama mereka melaksanakan proyek drilling, dan ditutup setelah kontrak itu selesai.
Permasalahan yang mungkin timbul apabila perhitungan PPh 25 dilakukan sesuai dengan mekanisme umum, yaitu dengan cara menghitung pendapatan dikurangi dengan biaya-biaya, adalah timbulnya dispute untuk pembebanan penyusutan atas aktiva berupa drilling rig selama masa proyek di Indonesia.
Oleh karena itu untuk FDC perhitungan PPh 25 diatur khusus yaitu dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor KMK-628/KMK.04/1991 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Netto Bagi Wajib Pajak Badan yang Melakukan Kegiatan Usaha Di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi Serta Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Oleh Wajib Pajak Sendiri
Dalam konsiderans Keputusan Menteri Keuangan tersebut secara eksplisit dijelaskan bahwa untuk menghitung penghasilan netto dari Bentuk Usaha Tetap yang melakukan kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi secara internasional, akan sukar dilaksanakan dengan seksama karena adanya kesulitan untuk menghitung besarnya penyusutan atas peralatan pengeboran (drilling rigs) dan biaya operasional lainnya. Oleh karena itu pengenaan PPh 25 untuk FDC adalah melalui mekanisme norma.
Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan Usaha pengeboran minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto. Apabila menggunakan ketentuan tarif PPh badan sesuai dengan UU 36 tahun 2008 sebesar 25%, maka tarif efektif untuk PPh 25 FDC adalah sebesar 3,75% (15% x 25%). Penghasilan bruto adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan.
Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar omset/pembayaran yang diperoleh dari kontraktor dikalikan dengan tarif efektif tadi.
Sejalan dengan konsep perhitungan PPh 25 dengan menggunakan norma, maka Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap FDC diwajibkan untuk menyelenggarakan pencatatan penghasilan bruto. Selain sebagai dasar perhitungan angsuran PPh 25 bulanan pencatatan penghasilan bruto ini juga menjadi alat control bagi fiskus untuk melakukan ekualisasi dengan omset yang dilaporkan di SPT masa PPN.
Contoh dari perhitungan PPh 25 bulanan dan Pajak keluaran untuk FDC adalah sebagai berikut:
Bulan | Penghasilan Bruto | PPh 25 | PK |
---|---|---|---|
Januari | 100.000.000.000 | 3.750.000.000 | 10.000.000.000 |
Februari | 105.000.000.000 | 3.937.500.000 | 10.500.000.000 |
Maret | 110.000.000.000 | 4.125.000.000 | 11.000.000.000 |
April | 115.000.000.000 | 4.312.500.000 | 11.500.000.000 |
Mei | 120.000.000.000 | 4.500.000.000 | 12.000.000.000 |
Juni | 125.000.000.000 | 4.687.500.000 | 12.500.000.000 |
Juli | 130.000.000.000 | 4.875.000.000 | 13.000.000.000 |
Agustus | 135.000.000.000 | 5.062.500.000 | 13.500.000.000 |
September | 140.000.000.000 | 5.250.000.000 | 14.000.000.000 |
Oktober | 145.000.000.000 | 5.437.500.000 | 14.500.000.000 |
Nopember | 150.000.000.000 | 5.625.000.000 | 15.000.000.000 |
Desember | 155.000.000.000 | 5.812.500.000 | 15.500.000.000 |
Grand Total | 1.530.000.000.000 | 57.375.000.000 | 153.000.000.000 |
FDC selain mempunyai kewajiban membayar PPh 25 juga mempunyai kewajiban pajak atas laba yang direpatriasi ke luar negeri (Branch Profit Tax/BPT). BPT untuk FDC dikenakan dari penghasilan netto setelah dikurangi dengan PPh 25 yang telah dibayar selama setahun, dikalikan dengan tariff PPh Pasal 26 atas laba BUT, yaitu 20%.
Melanjutkan contoh di atas, maka perhitungan PPh 26 atas BPT adalah sebagai berikut;
Penghasilan bruto | 1.530.000.000.000 |
---|---|
Penghasilan neto | 229.500.000.000 |
PPh 25 setahun | (57.375.000.000) |
DPP PPh 26 atas laba BUT | 286.875.000.000 |
PPh 26 (20% x DPP) | 57.375.000.000 |